Saturday, 27 December 2008

Candaan dalam Pernikahan

"Mas, itu ada tukang bakso lewat!" ujar seorang istri pada suaminya. "Stttt... biarkan Dik, dia kan sedang usaha. Jangan diganggu!"

Mendengar ucapan suaminya tentu saja sang istri merasa gemas lalu mengejar sang suami yang ingin dicubitnya. Si suami tentu saja senang berhasil mencandai istrinya. Meski agak dongkol sang istri pun tertawa-tawa cukup lama.

Apakah anda senang bercanda dengan pasangan Anda, atau apakah pasangan anda senang menajak bercanda? Kalau jawabannya jarang atau bahkan tidak, berhati-hatilah. Beberapa tes untuk mengukur sejauh mana keharmonisan suatu hubungan pernikahan senantiasa menjadikan "ada tidaknya canda" sebagai salah satu parameter. Kurangnya canda dan gurauan di antara suami istri bisa menunjukkan kurang harmonisnya kehidupan rumah tangga.

Setiap orang tentu menginginkan hubungan pernikahannya harmonis hingga akhir hayat. Namun tak setiap pasangan dapat mempertahankan keharmonisan rumah tangganya, bahkan banyak yang berakhir dengan perceraian. Alasan perceraian "sudah tidak ada kecocokan" sebenarnya berarti sudah hilangnya keharmonisan dalam rumah tangganya.

Banyak faktor yang mempengaruhi hilangnya keharmonisan diantara keduanya. Diantara faktor yang paling penting yaitu komunikasi. Jika komunikasi mengalami hambatan bisa mempengaruhi hubungan suami istri.

Suami istri perlu membiasakan suasana komunikasi yang akrab dalam keseharian bahkan dalam menentukan berbagai keputusan penting dalam rumah tangga. Suami dan istri harus saling menghargai pendapat masing-masing. Tak sepantasnya suami mendoktrin istri, atau bahkan meremehkan pendapatnya. Demikian juga sang istri sebaiknya tidak mendominasi pembicaraan. Suasana dialogis perlu dikembangkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.

Rasulullah adalah teladan baik sebagai seorang suami dalam menjalin komunikasi dengan keluarganya. Beliau tak segan mendengarkan pembicaraan istri tanpa memotong, menyela bahkan menghentikannya. Sebagai contoh, suatu malam Aisyah menuturkan kisah yang amat panjang tentang sebelas orang wanita di zaman jahiliyah yang menceritakan suami-suami mereka.

Diceritakannya satu persatu cerita dari para wanita itu dari mulai satu hingga ke sebelas. Selama Aisyah bercerita Rasululah menyimaknya dengan baik. Aisyah merasa bebas bercerita kepada Rasul Allah SAW tanpa khawatir dipotong dan diacuhkan oleh beliau. Bahkan Rasulullah terlihat betah mendengar cerita Aisyah yang panjang lebar itu. Setelah selesai barulah beliau memberi komentar secukupnya. Dari kisah itu kita bisa melihat suasana komunikasi dalam keluarga yang baik dan lancar.

Rasulullah adalah juga sosok suami yang sangat memperhatikan kebutuhan batiniah istrinya. Rasulullah senantiasa mengupayakan suasana yang menyenangkan dan selalu ingin menghibur perasaan istrinya. Aisyah yang terpaut usia sangat jauh tidak dipaksa melulu untukmengikuti pola dan irama hidup Rasulullah sebagai pemimpin umat. Ada saat-saat di mana Rasulullah mengkondisikan suatu suasana dan situasi demi menyenangkan perasaan Aisyah. Nabi mengundang beberapa anak gadis Anshar untuk bermain-main dengan Aisyah. Dibiarkannya Aisyah bemain memuaskan hatinya. Hubungan harmonis Rasulullah dengan Aisyah pun terlihat dari sikap masing-masing terhadap pasangannya.

Aisyah pernah menyaksikan orang-orang Habsyah yang sedang bermain pedang di mesjid sebagai bentuk latihan menghadapi peperangan. Sambil menonton Aisyah bersandar di pundak beliau. Selama itu beliau tidak beranjak sampai Aisyah sendiri yang menginginkan pergi. Demikian juga Rasulullah kerap menyandarkan kepala di pangkuan Aisyah sambil membaca Al Quran.

Rasulullah bahkan pernah berlomba lari dengan Aisyah. "Rasulullah berlomba denganku hingga aku dapat mendahuluinya, sampai ketika saya menjadi gemuk beliau berlomba dengan aku dan beliau mendahului aku. Lalu beliau tertawa dan berkata, "Kali ini untuk menebus yang dulu" (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Untuk menciptakan suasana harmonis Rasulullah gemar bercanda dengan istrinya. Meskipun beliau banyak mengalami kesedihan, beliau suka bergurau. Beliau menyertai istrinya dalam tertawa. Pada suatu kali, saat membuat roti, dua orang istri Nabi yaitu Aisyah dan Saudah bercanda saling melumurkan adonan tepung ke wajah, dan Rasul turut serta bergembira bersamanya (HR. Bukhari).

Rasulullah pun menganjurkan bergurau pada sahabatnya. Rasulullah pernah berkata kepada Hanzhalah ketika. Hanzhalah merasa sedih melihat perubahan sikapnya (keadaannya) sendiri yang berbeda ketika berada di rumah dan ketika bersama Rasulullah saw, sehingga ia menganggap dirinya munafik.

Maka Rasulullah bersabda, "Wahai Hanzhalah kalau kamu terus menerus dalam keadaan seperti ketika kamu bersamaku, niscaya kamu akan disalami oleh malaikat di jalan-jalanmu. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, berguraulah sekedarnya."

Canda dan gurauan memang diperlukan dalam menjalin komunikasi yang akrab khususnya antara suami dan istri. Suasana tegang dan hubungan yang kaku dan hambar dapat dicairkan dengan gurau dan canda.

Menurut beberapa penelitian humor atau canda dapat menghindari stress dan timbulnya serangan jantung. Senyum dan tawa akan mengedurkan tegangnya urat syaraf. Persoalan rumah tangga yang kadang pelik dan rumit harus dihadapi dengan rileks. Pernikahan bukan sekadar kontrak sosial dimana suami istri terikat dengan peraturan dan hubungan kaku. Sebaiknya dibangun suatu relasi dan situasi yang yang nyaman dan menyenangkan di mana setiap pasangan dapat menikmati hari-harinya.

Dalam saling menasihati antara suami istri, canda dan humor juga sangat dibutuhkan. Menurut Abdullah Nashih Ulwan nasihat yang disertai humor dapat menggerakkan rasio, menghilangkan jemu dan menimbulkan daya tarik. Nasihat yang menggurui dan kritik yang tajam akan sangat berlainan dampaknya dibanding dengan nasihat dan kritik yang disampaikan dengan canda. Canda akan mengurangi resiko munculnya perasaan tersinggung. Canda memang dapat menciptakan suasana komunikasi yang kondusif dalam rumah tangga sehingga ikatan pernikahan senantiasa harmonis. Namun perlu diingat bahwa canda harus betul-betul diniatkan untuk menyenangkan perasaan pasangan, bukan untuk menyinggung perasaannya. Insisiatif meyenangkan hati pasangan ini jangan hanya muncul dari salah satu fihak, melainkan harus dari keduanya.

Istri maupun suami pun harus menghargai upaya pasangannya dalam menyenangkan hatinya sehingga ia akan merasa terpacu dan terpanggil untuk selalu menyenangkan hati pasangannya.

"Sesungguhnya hati itu bisa bosan sebagaimana badan pun bisa bosan (letih), karena itu carikanlah untuknya hiburan yang mengandung hikmah." (Ali karamallahhu wajhah).

Wallahu a'lam.

------------
sumber : Ida S Widayanti / Hidayatullah, Judul diedit oleh pemilik blog.

No comments: