Suamiku ke luar kota lagi. Terpaksa deh nggak belanja ke pasar, nunggu tukang sayur aja yang biasa beredar di komplek. Waduh! Ibu-ibu, para tetanggaku udah pada ngumpul. Bakalan seru nih. Mereka tengah mengelilingi gerobak sayur yang berhenti tak jauh dari rumahku. Percakapan nggak penting pun meramaikan suasana pagi. Biasalah ibu-ibu...
"Mbak, suaminya ke luar kota lagi ya?? tanya seorang tetanggaku padaku saat
aku baru saja mengucapkan salam pada mereka.
Rata-rata tetanggaku masih muda juga, nggak jauh usianya dariku.
"Kalau saya sih, kalau suami saya lagi keluar kota, bawaannya tuh pingin
tau aja dia lagi di mana, lagi ngapain." Sahut seorang tetanggaku tiba-
tiba.
"Suami mbak suka nelfon nggak?" tanya seorang tetanggaku yang lain padaku.
Duh, ibu-ibu sukanya ngurusin orang lain aja deh, gumamku dalam hati. Aku
sih hanya bisa tersenyum.
"Kalau suami saya nih ya... " kata tetangga depan rumahku, "mesti diingetin
dulu sebelum berangkat ?ntar kalo udah nyampe telfon?. Gitu... Kalo nggak
diingetin bisa nggak ada kabar sampe pulang lagi ke rumah."
"Iya memang... mereka nyantai aja, tapi kita yang khawatir di rumah."
sambung yang lain.
Dalam hati, kalau suamiku sih... tiap ke luar kota tujuannya jelas, bagian
dari pekerjaannya. Jadi gimana mau khawatir?! Emang sih dia nggak pernah
nelfon aku untuk ngasih tau dia sedang apa. Tapi cukup hanya dengan miscal
aku, aku tahu kok dia ngapain aja.
Tiap pagi jam 3 dia miscal, tanda dia udah bangun, mau sholat malem. Jam 5
miscal lagi tanda dia udah sholat subuh, mau ngaji. Miscal Jam 7 tandanya
dia udah makan, udah siap mau beraktivitas. Miscal jam 12 tandanya dia mau
sholat zhuhur trus makan siang. Miscal jam 3 sore tandanya dia mau sholat
ashar. Miscal jam 6 tandanya dia mau sholat maghrib dan diam di masjid
sampe isya. Jam 8 malam dia miscal lagi tanda dia udah makan malam. Kalau
deringnya lama tandanya dia mau ngobrol sama aku atau anak-anak. Kalau
nggak, ya berarti dia capek banget, mau langsung tidur.
"Kalo jeng ini mana khawatir, ibu-ibu." bela tetangga sebelah
rumahku, "Lihat dong jilbabnya. Tinggal berserah diri sama Tuhan, ya
sudah." diikuti dengan anggukan ibu-ibu yang lain.
"Kalau suami saya itu ada lucunya juga... " kata tetanggaku yang sedang
memilih2 sayur bayam, "kadang-kadang tengah malem dia nelfon ke rumah cuma
mo bilang selamat tidur aja. Hi hi..."
"Wah, Kalo suami saya sih, suka nggak sensi. Kalo saya nelfon bilang lagi
kangen sama dia, dia cuma bilang ?besok juga aku pulang?... Mbok ya bilang
kangen juga gitu lho. Nggak sensi deh, nggak romantis!" gerutu seorang
tetanggaku. "Kalau suami mbak? Romantis nggak?" tanyanya padaku.
Walah?! Aku hanya tertawa kecil, lebih sibuk memilih ikan daripada ikut
nimbrung percakapan mereka.
"Eh jangan salah. Jeng ini suaminya romantis buanget." bela tetangga
sebelah rumahku lagi.
Lha?! Aku jadi bingung. Kok malah dia yang lebih tahu.
"Pernah nih..." lanjutnya, "pagi-pagi Jeng ini bikin kopi anget. Suaminya
lagi duduk2 di depan rumah. Saya lagi nyapu halaman. Abis diminum sedikit
sama suaminya, dia minta Jeng ini nyicipin. Ternyata kopinya itu pahit,
lupa dikasih gula. Tapi gelasnya langsung ditarik sama suaminya. Tau nggak
kata suaminya? Katanya gini... ?udah nggak pa pa, abis dicicipin dinda
tadi, langsung manis tuh?. Gituuu..."
Waaa?! Semua orang memandangku... rasanya wajah ini sudah memerah jambu.
Tapi aku jadi inget kejadian sore itu. Hi hi hi. Lucu juga.
"Waduh waduh... nggak nyangka lho mbak." komentar tetanggaku, "Ternyata di
balik itu..."
"Makanya jangan kayak nuduh suami orang nggak romantis gitu dong." sahut
tetanggaku yang lain.
"Kalo suami saya mah jauh dari romantis. Kalo saya lagi pusing, pinginnya
kan dimanja, dipijetin. Eee ini malah disuruh minum obat. Kalo nggak ada,
beli sendiri ke warung." gerutu seorang tetanggaku.
"yah betul atuh. Kalo pusing mah minum obat, masa minum racun." sahut si
akang tukang sayur yang ternyata mengikuti perbincangan pagi itu. Tawa ibu-
ibu pun menyambut ceplosannya. Aku jadi ikut ketawa juga. Tukang sayurnya
ikut-ikutan aja deh.
Pikir-pikir, Kalo suamiku sih... kalo nemenin belanja, selalu ngangkatin
barang2 belanjaan. Kalo aku masak pagi2 untuk sarapan, dia pasti nemenin
aku duduk di ruang makan walaupun sebenernya dia masih ngantuk, nggak tega
katanya kalo aku sendirian di dapur. Kalo aku lagi males nyetrika, dia
bilang ?udah besok aja?, padahal baju itu mo dipake besok itu juga. Emang
sih dia nggak bantuin nyetrika. Tapi aku kan jadi nggak beban.
Tapi apakah suamiku romantis, aku masih ragu... Pernah suatu kali saat
suamiku berada dalam perjalanan ke luar kota. Aku lagi iseng nih ceritanya.
Aku sms dia, "abang, malam ini gelap ya? oh iya, kan bulannya lagi ke luar
kota." Dan tak berapa lama dia membalas, "nggak ada bulan tuh disini, nda.
gelap juga, sama." He he he... ternyata dia nggak ngerti maksudku.
Tapi ah, ngapain aku pikirin. Romantis gak romantis, tetep cinta kok.
Tiba-tiba hp-ku berbunyi di kantong gamisku.
"Wah, ada sms ya, Jeng. Pasti dari suaminya." goda tetangga sebelah rumahku.
"Iya... tadi pagi saya sms nanyain gimana pagi di sana. Ini pertama kalinya
dia datang ke kota itu." jawabku sambil membaca apa yang tertulis di layar
hp-ku itu.
"Apa jeng katanya?" usik tetanggaku yang penasaran melihat aku tersenyum
geli.
"Nggak penting kok." jawabku sambil memasukkan semua belanjaanku ke dalam
plastik dan membayarnya. "Yuk, ibu-ibu... assalaamu?alaykum." Aku pun pamit
pulang ke rumah.
Hmmm, masih dengan senyuman ini... tak bisa hilang kata-kata yang terbaca
di layar hp itu dari benakku, jawaban saat kutanya keadaan pagi di kota
tempat ia sedang berada.
"Dinda sayang... bagaimana hari bisa pagi di sini, sementara matahari
terbit di mata dinda"
Princess LL
wife_wannabe@eramuslim.com
Catatan satyoprabowo:
Artikel romantis ini sering dimuat dalam berbagai situs. Menarik dan segar. Banyak yang bisa dipelajari dari kandungan tulisan ini. Semoga saya juga dapat menjadi suami yang romantis.
No comments:
Post a Comment