Monday 15 December 2008

Lidah dan Rasa Syukur

Ketika bertugas ke Semarang beberapa bulan yang lalu, saya sempat mampir ke sebuah restoran di jalan Pandanaran Semarang. Restoran Padang ini cukup besar dengan menu lengkap khas restoran Padang tentunya. Bertahun-tahun lalu tepatnya ketika masih duduk di bangku SMA, saya dan keluarga pernah makan bersama di tempat ini. Ketika itu terasa benar nikmatnya masakan Padang spesial yang jarang bisa dijumpai di rumah.
Hampir delapan tahun kemudian, saya kembali mengunjungi restoran ini tapi tidak dengan keluarga. Saya dan seorang pegawai sebuah Direktorat di Jakarta mampir untuk makan malam, mengingat restoran tujuan kami semula telah tutup. Yang menjadi ganjalan bagi saya setelah usai santap malam adalah, rasa lezat restoran ini yang dulu saya rasakan telah hilang. Apakah yang membuat restoran ini menurunkan cita rasanya, batin saya.

Baru-baru ini ketika bertemu dengan keluarga istri yang sama-sama berasal dari Semarang, saya menyampaikan hal tersebut. Komentar yang mendalam muncul dari Pakde: “Seleramu sudah berubah Nak.....................” Sangat dalam berarti bagi saya. Nikmat memang relatif. Seorang yang biasa makan dengan ikan asin akan sangat berbahagia jika bisa makan dengan telur. Yang biasa makan telur pingin makan seafood, dan seterusnya..
Namun ada komentar melegakan dari bude ”Memang restoran itu kini sudah menurun kualitasnya. Kalau dulu citarasanya lebih enak daripada sekarang”. Alhamdulillah. Kekhawatiran saya akan lidah yang mulai ”pilih-pilih” pun hilang.
Dibalik itu semua ada hikmah untuk senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan. Barang siapa bersyukur, sesungguhnya Allah akan menambah nikmat dari –Nya


No comments: